Inventarisasi hutan adalah proses pengumpulan, analisis, dan dokumentasi data yang berkaitan dengan keadaan, komposisi, dan keanekaragaman hayati dalam suatu kawasan hutan. Hasil dari inventarisasi hutan berupa informasi dasar utama untuk menyusun rencana pengelolaan hutan guna mencapai manfaat fungsi hutan yang optimum dan lestari.
Tujuan dari kegiatan inventarisasi hutan adalah
- Mendapatkan data untuk diolah menjadi informasi yang dapat digunakan sebagai bahan perencanaan dan perumusan kebijakan strategis jangka panjang, menengah, dan pendek sesuai dengan tingkatan dan kedalaman inventarisasi yang dilakukan.
- Pemantauan atas perubahan kuantitatif sumberdaya hutan, baik yang bersifat pertumbuhan maupun pengurangan karena terjadinya gangguan alami maupun manusia.
Dalam
konteks pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan inventarisasi hutan
penting untuk dilakukan sebagai:
1. Identifikasi Sumber Daya
Alam
Inventarisasi hutan membantu
dalam mengidentifikasi sumber daya alam yang tersedia di dalamnya, termasuk
jenis-jenis pohon, tumbuhan, serta keanekaragaman hayati lainnya. Informasi ini
sangat penting dalam merencanakan kegiatan ekstraksi dan pengelolaan hutan
secara berkelanjutan.
2. Pengelolaan Berbasis Bukti
Data yang diperoleh dari
inventarisasi hutan menyediakan dasar yang kuat untuk pengambilan keputusan
dalam pengelolaan hutan. Dengan memiliki pemahaman yang akurat tentang keadaan
hutan, para pengambil kebijakan dapat membuat strategi yang tepat untuk memastikan
keberlanjutan ekosistem hutan.
3. Pemantauan Perubahan
Lingkungan
Melalui inventarisasi hutan
yang berkesinambungan, kita dapat memantau perubahan yang terjadi dalam
lingkungan hutan dari waktu ke waktu. Hal ini memungkinkan untuk mendeteksi
perubahan yang mungkin disebabkan oleh faktor-faktor seperti perubahan iklim, deforestasi,
atau aktivitas manusia lainnya.
4. Perlindungan Keanekaragaman
Hayati
Hutan-hutan merupakan habitat
bagi ribuan spesies flora dan fauna yang berperan penting dalam menjaga
keseimbangan ekosistem. Dengan melakukan inventarisasi secara teratur, kita
dapat memantau keberadaan spesies-spesies tersebut dan mengambil langkah-langkah
untuk melindungi keanekaragaman hayati hutan.
5. Perencanaan Penggunaan
Lahan
Data inventarisasi hutan juga
dapat digunakan dalam perencanaan penggunaan lahan yang lebih efisien dan
berkelanjutan. Informasi tentang jenis-jenis pohon, kondisi tanah, dan
topografi dapat membantu dalam menentukan zona-zona yang cocok untuk kegiatan pertanian,
pelestarian, atau konservasi.
6. Pengembangan Ekonomi Lokal
Dengan pemahaman yang lebih
baik tentang potensi sumber daya alam yang ada di dalam hutan, masyarakat lokal
dapat mengembangkan berbagai jenis usaha yang berkelanjutan, seperti
agrowisata, ekowisata, atau pengelolaan hutan yang ramah lingkungan. Hal ini dapat
meningkatkan kesejahteraan ekonomi serta menjaga kelestarian hutan.
Berdasarkan cakupan dan tujuan penggunaannya,
inventarisasi hutan dibedakan menjadi 4 tingkatan, yaitu:
Inventarisasi
Hutan Nasional (NFI/National Forest Inventory).
Informasi yang didapatkan dari kegiatan ini berupa
tutupan vegetasi, penggunaan lahan, perkiraan tipe dan potensi sumberdaya hutan
yang dipilah berdasarkan fungsi hutannya.
Inventarisasi Hutan untuk
Rencana Pengelolaan.
Dilakukan
pada setiap unit dan sub-unit pengelolaan hutan, seperti KPH (Kesatuan
Pengelolaan Hutan), IUPHHK (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu) hutan
alam, hutan tanaman, dan restorasi ekosistem. Informasi yang didapatkan berupa
potensi kayu, kondisi permudaan, kondisi topografi.
Pada
tingkat IUPHHK, kegiatan berupa IHMB (Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala)
yang digunakan sebagai dasar penyusunan rencana kerja usaha pemanfaatan hasil
hutan kayu (RKUPHHK).
Inventarisasi Hutan untuk
Rencana Operasional.
Untuk
keperluan operasional pengelolaan hutan dengan cakupan areal yang terbatas
(blok atau bagian unit pengelolaan). Informasi yang didapatkan berupa letak dan
luas areal, tipe, komposisi dan potensi hutan, kondisi topografi, jenis tanah
dan geologi, serta pembukaan wilayah/aksesibilitas kawasan.
Inventarisasi Hasil Hutan non
Kayu.
Digunakan
untuk mengumpulkan data dan informasi tentang potensi dan sebaran hutan non
kayu yang bernilai ekonomi tinggi seperti rotan, nipah, bambu, dan sagu. Selain
itu digunakan untuk menyusun perencanaan makro tingkat nasional dan
operasional.
Inventarisasi hutan dapat dilakukan melaui survei
terestis, penginderaan jauh, ataupun kombinasi keduanya. Survei terestis
dilakukan melaui pengumpulan data dilapang, membutuhkan biaya dan waktu yang
lebih besar.
Penginderaan jauh dilakukan dengan menggunakan
peralatan yang secara fisik tidak bersinggungan langsung dengan dengan
obyeknya, misalnya melalui foto udara dan citra satelit. Ketika pengukuran
sensus dilapangan tidak memungkinkan untuk dilakukan, maka teknik sampling
banyak digunakan.
Teknik
sampling merupakan cara pengambilan petak ukur dilapangan sebagai contoh dengan
besaran intensitas tertentu. Pemilihan unit contoh (plot) adalah plot yang
dapat mewakili sebuah populasi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu
metode sampling (peletakan plot sampling), bentuk dan ukuran plot sampling, dan
jumlah plot sampling.
Dalam kegiatan inventarisasi hutan, pemilihan teknik
sampling yang tepat sangat penting untuk memastikan representativitas data yang
diperoleh. Berikut adalah beberapa teknik sampling yang umum digunakan dalam
inventarisasi hutan:
1. Pengamatan Langsung (Direct Observation)
- Deskripsi Visual: Tim survei secara langsung mengamati dan mencatat informasi tentang jenis-jenis pohon, tumbuhan, dan keanekaragaman hayati lainnya di lokasi yang diteliti.
- Pengukuran Diameternya: Pohon-pohon yang dipilih diukur diameter batangnya untuk mengevaluasi struktur dan komposisi hutan.
2.
Pengambilan Sampel Areal (Plot Sampling)
- Plot Tetap: Plot tetap dengan ukuran tertentu (misalnya, plot berukuran 20m x 20m) dipilih secara acak di seluruh area hutan yang akan diinventarisasi. Semua informasi yang relevan di dalam plot tersebut dicatat.
- Plot Berjalan (Transect Sampling): Tim survei berjalan melintasi transek (garis linear) di dalam hutan dan mencatat informasi tentang keadaan hutan yang mereka lewati. Jenis ini cocok untuk hutan dengan topografi yang tidak terlalu terjal.
3.
Metode Remote Sensing
- Citizen Science: Mengumpulkan data melalui penggunaan teknologi seperti drone atau penginderaan jauh untuk memetakan kondisi hutan dari udara.
- Analisis Citra Satelit: Memanfaatkan citra satelit untuk memperoleh informasi tentang tutupan lahan, kerapatan pohon, dan perubahan vegetasi.
4. Sampling Berbasis Spesies Tertentu
- Sampling Berdasarkan Grup Tumbuhan: Fokus pada pengumpulan data tentang kelompok tumbuhan tertentu, seperti pohon-pohon tinggi, semak-semak, atau tumbuhan endemik.
- Sampling Spesies Tertentu: Memilih spesies tertentu yang penting atau langka untuk dipantau dan diinventarisasi.
5.
Metode Hybrid
- Kombinasi Plot Sampling dan Transect Sampling: Menggunakan kedua teknik tersebut secara bersamaan untuk mendapatkan informasi yang lebih komprehensif tentang hutan.
6.
Sampling Berdasarkan Topografi
- Stratifikasi Topografi: Membagi area hutan menjadi beberapa strata berdasarkan topografi, seperti lereng curam, dataran rendah, atau aliran sungai, dan melakukan sampling di setiap strata tersebut.
Setiap
teknik sampling memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri, dan pemilihan
teknik yang tepat harus mempertimbangkan tujuan inventarisasi, luas area yang
akan diinventarisasi, serta ketersediaan sumber daya dan teknologi yang
digunakan. Kombinasi beberapa teknik sampling juga seringkali diperlukan untuk
mendapatkan representasi yang akurat tentang keadaan hutan.